RIYADH – Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Arab Saudi, Dr. Abdul Aziz Ahmad, mendorong Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Arab Saudi untuk menggali lebih dalam sejarah dan potensi Kota Riyadh, yang selama ini sering “dianaktirikan” dibandingkan Makkah dan Madinah. Pesan ini disampaikan dalam audiensi resmi di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh, Kamis (30/10) pagi.
Pertemuan yang berlangsung hangat selama 1,5 jam tersebut dihadiri oleh jajaran pengurus PCIM Arab Saudi, yang dipimpin oleh Ketua Umum Hanif Asaduddin. Turut hadir Sekretaris Mahfudz Ridwan, anggota Dewan Pengawas Muhammad Hamka dan Mohammad Affan Basyaib, serta Ketua Panitia Musyawarah Cabang Istimewa, Masykur Al-Abdi.
Dari pihak KBRI, Duta Besar didampingi oleh Pensosbud I Mahendra dan Pensosbud II Alia Effat.
PR Menjangkau Pekerja Migran Indonesia
Audiensi diawali dengan pemaparan laporan perkembangan PCIM Arab Saudi oleh Ketua Umum, Hanif Asaduddin. Hanif melaporkan bahwa anggota PCIM kini telah tersebar di hampir seluruh wilayah Saudi dengan total anggota lebih dari 100 orang, yang terdiri dari mahasiswa, ekspatriat profesional, dan diplomat.
Meski demikian, Hanif mengakui tantangan utama PCIM saat ini. “Kekurangan kami adalah saat ini masih mahasiswa sentris. Belum banyak menjangkau ke kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI),” ujar Hanif. Ia menegaskan bahwa merangkul PMI menjadi prioritas (PR) organisasi ke depan.
Hal ini didukung oleh Mohammad Affan Basyaib, yang menyoroti program konkret yang telah berjalan di Riyadh. Affan menjelaskan bahwa beberapa kader Muhammadiyah telah aktif mengasuh majelis taklim bagi PMI.
“Setidaknya ada empat majelis taklim yang diasuh oleh mahasiswa kader Muhammadiyah di Riyadh. Ini merupakan juhud (upaya) luar biasa dan bisa menjadi model program PCIM nantinya dalam pembinaan masyarakat Indonesia melalui kajian,” jelas Affan.
Ustadz Muhammad Hamka juga secara singkat menambahkan dukungannya agar PCIM Saudi terus berkembang dan menguatkan pencapaian yang telah diraih.
Pesan Dubes: Jangan Lupakan Sejarah Riyadh
Menanggapi laporan tersebut, Bapak Duta Besar, Dr. Abdul Aziz Ahmad, menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas dipilihnya Riyadh sebagai lokasi musyawarah PCIM. Ia memanfaatkan momen tersebut untuk memberikan catatan penting mengenai persepsi tentang ibu kota Arab Saudi.
“Selama ini kami yang di Riyadh itu merasa agak dianaktirikan. Semua kegiatan selalu bermuara di Madinah dan Makkah,” ungkap Dubes.
Ia menantang para pengurus dengan pertanyaan mengenai keterkaitan Riyadh dengan perjuangan Rasulullah, yang diakuinya jarang diketahui. “Padahal di Riyadh ini ada perang besar yang namanya Yamamah dan melibatkan Bani Wadi Hanifah, yang merupakan asal-usul dari Raja bin Saud yang memerintah Saudi,” tegasnya.
Duta Besar menyarankan agar para pengurus dan warga Indonesia yang berkunjung ke Riyadh dapat menyambangi Museum Masmak untuk memahami asal-usul Kerajaan Arab Saudi.
Visi 2030 dan Peluang Baru
Pengetahuan sejarah ini, menurut Dubes, sangat relevan dengan arah baru negara tersebut. Ia meyakini pengetahuan ini akan sangat bermanfaat, terutama bagi WNI yang berprofesi sebagai mutawif (pemandu umrah dan haji).
“Saya yakin dengan Vision 2030 ini, Saudi berusaha tidak menjadikan fokus ini hanya ke Makkah dan Madinah. Tempat-tempat lain akan dibuka sebagai bentuk diversifikasi ekonomi,” paparnya.
Dubes menekankan sifat pragmatis Arab Saudi yang tidak bisa mengandalkan minyak terus-menerus, sehingga pariwisata, termasuk wisata sejarah di luar dua kota suci, menjadi prioritas pembangunan di era Muhammad bin Salman.
Sebagai pesan penutup, Duta Besar berpesan kepada para pengurus PCIM, yang mayoritas adalah pelajar, untuk lebih fokus menggali keilmuan mengenai Arab Saudi. “Kalau bisa lebih [fokus] mengenai Saudi Arabia, daripada misalnya sudah tahu sekolah di sini tapi mungkin belajar tentang Cianjur,” pungkasnya.
Penulis: Mohammad Affan Basyaib